Memasuki hari ketiga Tantangan Menulis Artikel Blog dari Komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB), topiknya adalah sebagai berikut:

“Ceritakan sesuatu yang berhasil membuat kamu “menembus batas” (Feel The fear and got your strength) Misalnya, gak pede sama sesuatu tapi gigih dan berhasil mencapainya, ceritakan prosesnya. Atau saat disepelekan orang lain, buktikan bahwa kamu mampu dan tunjukkan contoh gimana kamu tetap rendah hati.”

Saya terlempar ke tahun 2012 saat sibuk-sibuk ikut tes untuk lulus sertifikasi dosen (serdos). Sekarang disebut Serdik (Sertifikasi Pendidik). Waktu itu saya masih dipekerjakan di PTS kepunyaan pemerintah daerah. Berjarak kurang lebih 180 kilometer dari ibukota provinsi tempat tinggal saya.

Belajar dari Para Detaser

Usaha saya untuk bisa mengikuti seleksi sertifikasi dosen dimulai sejak lulus S2 di akhir tahun 2010. Tahun 2011 kampus kami kedatangan detaser, semacam dosen mentor untuk PTS kecil yang ditugaskan Dirjen Dikti memberikan bimbingan bagi dosen-dosen, dan saya termasuk yang paling intensif bertanya ini itu soal karir dosen kepada mereka.

Saya didorong untuk mengurus kepangkatan dosen, sharing pengalaman mengajar dengan para detaser benar-benar membuka cakrawala berpikir saya. Bahwa menjadi dosen khidmatnya kepada mahasiswa, yang lebih membutuhkan keberadaan dan peran serta dosen ketimbang mengejar jabatan struktural yang tiada batasnya.

Kesempatan belajar lewat beberapa kali pertemuan dengan para detaser tidak saya lewatkan, meski mungkin dianggap lebay oleh rekan-rekan sejawat lain. Selesai program detasering, mereka pun kembali ke kampusnya masing-masing, dengan oleh-oleh semangat, inspirasi, dan motivasi bagi saya untuk menjadi dosen yang profesional.

menembus batas dengan pantas
Ilustrasi meraih suatu keberhasilan dengan layak

Tidak Mendapatkan Akses Informasi

Saya proaktif mencari informasi mengenai peluang untuk ikut seleksi sertifikasi dosen. Kabar selentingan yang terdengar, bahwa yang berhak ikut serdos hanyalah dosen dengan masa kerja minimal 20 tahun. Sementara masa kerja saya masih 8 tahun waktu itu.

Berbekal bismillah dan tekad yang kuat, saya bertanya ke teman-teman di luar kampus penempatan, mereka menjawab bahwa dicoba saja dulu karena tergantung pimpinan, jika menyetujui maka jalan bisa saja membentang lebar untuk ikut serdos.

Saya pun bolak-balik ke ruang rektorat, menjumpai pembantu rektor, menghubungi operator perguruan tinggi, silaturahmi kepada senior yang sudah lulus serdos. Namun sayang dari biro rektor dan operator yang saya dapatkan nihil, mereka satu suara menyatakan tidak ada. Padahal ketika dosen lain bertanya, setahu saya karena ia bercerita ke saya, kesempatan untuk mengajukan berkas serdos itu ada, dan dalam waktu dekat akan tutup.

Tetap Ikut Serta Walaupun Harapan Tipis

Qadarullah, daftar dosen eligible yang begitu panjangnya ketika diusulkan dari PTS, sontak berkurang banyak. Mereka yang namanya hilang itu ternyata belum punya NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional), bukan dosen tetap, merangkap sebagai guru sudah tersertifikasi, dan beberapa problem lain. Akhirnya kandidat yang akan dikirimkan untuk mengikuti serdos tersisa 1 orang saja, itu juga seorang dekan di fakultas lain.

Mengetahui hal ini saya memberanikan diri untuk menghubungi rektor dan menyampaikan permohonan agar merekomendasikan saya mengikuti seleksi sertifikasi dosen. Alhamdulillah rektor ACC saja, karena jika minim calon DYS (Dosen yang Disertifikasi), tentunya citra kampus menjadi kurang baik dan tidak mampu memenuhi definisi dosen dalam peraturan perundang-undangan tentang dosen.

Dengan semangat reformasi 98 saya menyusun berkas seteliti mungkin, hal yang paling ditakuti rata-rata dosen adalah bagian menuliskan DD atau Deskripsi Diri. Banyak yang gagal di bagian ini, karena nyontek punya dosen lainnya ketika diminta mendeskripsikan tentang kinerja dan dirinya sepanjang berkarir menjadi dosen.

Menang Banyak Karena Terbiasa Menulis

Saya sangat menikmati saat menyelesaikan bagian menuliskan tentang DD. Dari awal mula lulus tes CPNS Dosen, hingga bersedia ditempatkan di PTS mana saja termasuk yang saya jalani saat itu, di PTS kota kecil, tetap saya persembahkan kerja terbaik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Waktu itu saya masih 3 tahun jadi bloger, 2009-2012, meski tidak semasif saat ini, menulis adalah hal paling lancar yang bisa saya lakukan. Menulis tak mengenal kata lelah meski tubuh sepenat apapun hari itu. Saya ingat sekali saat itu Ramadan 1433 H.

Sambil menunggu waktu berbuka, saya cek kembali deskripsi diri hingga nol kesalahan. Kalimat saya rangkai seefektif mungkin, jelas menggambarkan sosok saya sebagai dosen berikut perspektif mengenai pendidikan tinggi. Saya baca lagi sudah cukup mengalir hingga tak terasa sudah membacanya sampai akhir. Saya puas dengan DD saya waktu itu.

Sebulan kemudian pengumuman pun keluar dan Alhamdulillah wa syukrulillah sebaris nama saya bertengger cantik di surat yang dilayangkan di meja dekan. “Selamat ya, Bu… cuma Ibu yang lulus serdos dari kampus kita” demikian ucapan bertubi-tubi ditujukan ke saya.

Saya yakin sekali kuasa Allah-lah yang membuat saya lulus. Ikhtiar yang saya lakukan hanyalah hal yang memang seharusnya dijalankan jika seorang dosen ingin lulus. Sekalipun saya tidak merasa hal ini karena saya pandai menulis atau lulusan dari PTN bonafit negeri ini. Karena doa pengiring usaha yang senantiasa saya panjatnya menjelang pengumuman salah satunya adalah,

Ya Allah, jangan luluskan hamba dalam seleksi serdos ini jika nantinya membuat hamba menjadi orang yang sombong, namun luluskanlah hamba jika ini memang baik ke depannya bagi kehidupan hamba, dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan anak-anak hamba sendiri. Aamiin.

Kesimpulan

Menembus batas dengan pantas adalah frasa yang saya gunakan untuk merepresentasikan ikhtiar dan doa ketika mengikuti ujian sertifikasi dosen pada tahun 2012 silam. Tak terasa hampir 11 tahun saya diamanahi sertifikat pendidik profesional dan menikmati tunjangan sertifikasi sebesar 1x gaji pokok. Besar kecilnya bagi tiap orang relatif, namun bagi saya yang mutlak adalah bersyukurnya.

Semoga artikel singkat ini bermanfaat, jika ada yang ingin teman-teman diskusikan, silakan berkomentar di bawah ya, terima kasih.

Salam semangat!

 

 

 

Related Posts

11 thoughts on “Menembus Batas Dengan Pantas

  1. Masya Allah .. pengalaman yang luar biasa, Mbak Mia. Saya jadi ingat ada senior yang melakukan penilaian di sebuah kampus utk akreditasi … salah satu yang disampaikannya adalah bahwa minimnya kemampuan menceritakan kembali apa yang ditulis … atau menuliskan tentang deskripsi diri.

  2. MasyaAllah sampai sekarang semangat kak Mia selalu jadi inspirasi.
    Memang bagi orang lain terkadang semangat aktif yang dipunya sering dikatakan lebay ya kak. Tapi selama itu membawa kebaikan bagi diri dan orang lain juga, tidak boleh pupus karena perkataan orang lain.

  3. Salam kenal Mbak Mia, senang sekali membaca tulisannya, semangat yang menggebu gebu ingin berbuat lebih baik lagi menjadi inspirasi buat saya.. terima kasih ya

  4. Masya Allah…. banyak banget hikmah yang saya dapatkan dari tulisan ini. Terutama ketika saya masih mahasiswa dulu, untuk mengurus beasiswa dan mengurus hal lain, ada aja berkas-berkas yang kurang. Kalau saya tangkap dari tulisan ini adalah yang penting itu ketelitian, persiapan sebelum-sebelumnya, dan mengharapkan yang terbaik sama Allah. Syukron Bu…

  5. Salut dengan pengalamannya Mbak Mia…
    Bu Dosen satu ini memang tidak diragukan lagi kegigihan dalam dunia profesi dan pendidikan
    Jika kita yakin, disertai ikhtiar, insyaallah akan ada hasilnya ya…

  6. Bener ya mba Mia.
    Jangan keder duluan.
    Untungnya mba Mia tetap mencoba, tetap mengikuti serdos.
    Seperti lagunya ASEAN games 2 tahun lalu. ‘just do your best, let’s God do the rest’

  7. Wah masyaAllaah keren mbaa, bener banget yg penting rasa syukurnya ituu.. bukan perkara besar kecilnyaa hhehe. alhamdulillah punya keterampilan menulis itu emang jadi nilai plus dimana2 kurasa

  8. Intinya adalabh kita mau berusaha meski belum menghasilkan tapi lama2 akan ada hasilnya ya mbaa…persis sama kek aku jg baru menulis blog 1.5 th lalu ketika pandemi, youtube jg sama baru setahun Alhamdulillah pelan tapi pasti ada hasil

  9. ang terpenting ketika hendak merealisasikan sebuah tujuan adalah keinginan yang kuat serta usaha untuk melakukannya ya kak. Tidak lupa disertai dengan doa. Saya salut dengan usaha kakak dalam meraih impian. sukses selalu kak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *